Selasa, 08 Mei 2012

Makalah Budaya Indonesia Artikel Kebudayaan Daerah Di Propinsi Indonesia
Makalah Budaya Indonesia Artikel Kebudayaan Daerah Di Propinsi Indonesia – Welcome to my Personal Blog by Indonesian Online News There are many topics about Indonesia and all topics on here such as Makalah Budaya Indonesia Artikel Kebudayaan Daerah Di Propinsi Indonesia just for personal notes by blog author and this topic is about Makalah Budaya Indonesia Artikel Kebudayaan Daerah Di Propinsi Indonesia, to get any more information for this related topics of Makalah Budaya Indonesia Artikel Kebudayaan Daerah Di Propinsi Indonesia you can do a search in the category at budaya indonesia ,  Makalah Budaya Indonesia Artikel Kebudayaan Daerah Di Propinsi Indonesia

Pendahuluan
Perubahan dirasakan oleh hampir semua manusia dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat tersebut wajar, mengingat manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas. Kalian akan dapat melihat perubahan itu setelah membandingkan keadaan pada beberapa waktu lalu dengan keadaan sekarang. Perubahan itu dapat terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta religi/keyakinan.
Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya. Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yang meliputi kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, filsafat dan lainnya. Akan tetapi perubahan tersebut tidak mempengaruhi  organisasi sosial masyarakatnya. Ruang lingkup perubahan kebudayaan lebih luas dibandingkan perubahan sosial. Namun demikian dalam prakteknya di lapangan kedua jenis perubahan perubahan tersebut sangat sulit untuk dipisahkan (Soekanto, 1990).
Perubahan kebudayaan bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial. Pendapat tersebut dikembalikan pada pengertian masyarakat dan kebudayaan. Masyarakat adalah sistem hubungan dalam arti hubungan antar organisasi dan bukan hubungan antar sel. Kebudayaan mencakup segenap cara berfikir dan bertingkah laku, yang timbul karena interaksi yang bersifat komunikatif seperti menyampaikan buah pikiran secara simbolik dan bukan warisan karena keturunan (Davis, 1960). Apabila diambil definisi kebudayaan menurut Taylor dalam Soekanto (1990), kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat dan setiap kemampuan serta kebiasaan manusia sebagai warga masyarakat, maka perubahan kebudayaan dalah segala perubahan yang mencakup unsur-unsur tersebut. Soemardjan (1982), mengemukakan bahwa perubahan sosial dan perubahan kebudayaan mempunyai aspek yang sama yaitu keduanya bersangkut paut dengan suatu cara penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara suatu masyarakat memenuhi kebutuhannya.
Latar belakang
Pertama-tama perlu saya kemukakan bahwa  masih banyak di antara masyarakat awam kita yang mengartikan “kebudayaan” sebagai “kesenian”, meskipun sebenarnya kita semua memahami bahwa kesenian hanyalah sebagian dari kebudayaan. Hal ini tentulah karena kesenian memiliki bobot besar dalam kebudayaan, kesenian sarat dengan kandungan nilai-nilai budaya, bahkan menjadi wujud dan ekspresi yang menonjol dari nilai-nilai budaya.
Dan di tengah Maraknya arus Globalisasi yang masuk ke Indonesia, melalui cara  cara tertentu membuat Dampak Positif dan Dampak Negatif nya sendiri Bagi Bangsa Indonesia. Terutama dalam Bidang Kebudayaan. Karena semakin terkikisnya nilai – nilai Budaya kita oleh pengaruh budaya Asing yang masuk ke Negara kita.
Oleh karena itu, untuk  meningkatkan ketahanan budaya bangsa, maka Pembangunan Nasional perlu bertitik-tolak dari upaya-upaya  pengem­bangan kesenian yang mampu melahirkan “nilai-tambah kultural”. Pakem-pakem seni (lokal dan nasional) perlu tetap dilanggengkan, karena berakar dalam budaya masyarakat. Melalui dekomposisi dan rekonstruksi, rekoreografi, renovasi, revitalisasi, refung­sionalisasi, disertai improvisasi dengan aneka hiasan, sentuhan-sentuhan nilai-nilai dan nafas baru, akan mengundang apresiasi dan menumbuhkan sikap posesif terhadap pembaharuan dan pengayaan karya-karya seni.  Di sinilah awal dari kesenian menjadi kekayaan budaya dan “modal sosial-kultural” masyarakat.
Pembahasan masalah
Kebudayaan lokal Indonesia yang sangat beranekaragam menjadi suatu kebanggaan sekaligus tantangan untuk mempertahankan serta mewarisi kepada generasi selanjutnya. Budaya lokal Indonesia sangat membanggakan karena memiliki keanekaragaman yang sangat bervariasi serta memiliki keunikan tersendiri. Seiring berkembangnya zaman, menimbulkan perubahan pola hidup masyakat yang lebih modern. Akibatnya, masyarakat lebih memilih kebudayaan baru yang mungkin dinilai lebih praktis dibandingkan dengan budaya lokal.
Banyak faktor yang menyebabkan budaya lokal dilupakan dimasa sekarang ini, misalnya masuknya budaya asing. Masuknya budaya asing ke suatu negara sebenarnya merupakan hal yang wajar, asalkan budaya tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa. Namun pada kenyataannya budaya asing mulai mendominasi sehingga budaya lokal mulai dilupakan.
Faktor lain yang menjadi masalah adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya peranan budaya lokal. Budaya lokal adalah identitas bangsa. Sebagai identitas bangsa, budaya lokal harus terus dijaga keaslian maupun kepemilikannya agar tidak dapat diakui oleh negara lain. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan budaya asing masuk asalkan sesuai dengan kepribadian negara karena suatu negara juga membutuhkan input-input dari negara lain yang akan berpengaruh terhadap perkembangan di negranya.
Dimasa sekarang ini banyak sekali budaya-budaya kita yang mulai menghilang sedikit demi sedikit.Hal ini sangatlah berkaitan erat dngan masuknya budaya-budaya ke dalam budaya kita.Sebagai contoh budaya dalam tata cara berpakaian.Dulunya dalam budaya kita sangatlah mementingkan tata cara berpakaian yang sopan dan tertutup.Akan tetapi akaibat masuknya budaya luar mengakibatkan budaya tersebut berubah.Sekarang berpakaian yang menbuka aurat serasa sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat erat didalam masyarakat kita.Sebagai contoh lain jenis-jenis makanan yang kita konsumsi juga mulai terpengaruh budaya luar.Masyarakat sekarang lebih memilih makanan-makanan yang berasal dari luar seperti KFC,steak,burger,dan lain-lain.Masyarakat menganggap makanan-makanan tersebut higinis,modern,dan praktis.Tanpa kita sadari makanan-makanan tersebut juga telah menjadi menu keseharian dalam kehidupan kita.Hal ini mengakibatkan makin langkanya berbagai jenis makanan tradisional.Bila hai ini terus terjadi maka tak dapat dihindarkan bahwa anak cucu kita kelak tidak tahu akan jenis-jenis makanan tradisional yang berasal dari daerah asal mereka.
Tugas utama yang harus dibenahi adalah bagaimana mempertahankan, melestarikan, menjaga, serta mewarisi budaya lokal dengan sebaik-baiknya agar dapat memperkokoh budaya bangsa yang akan megharumkan nama Indonesia. Dan juga supaya budaya asli negara kita tidak diklaim oleg negara lain.Berikut beberapa hal yang dapat kita simak dalam rangka melestarikan budaya.
1. Kekuatan
  • Keanekaragaman budaya lokal yang ada di Indonesia
Indonesia memiliki keanekaragaman budaya lokal yang dapatdijadikan sebagai ke aset yang tidak dapat disamakan dengan budaya lokal negara lain. Budaya lokal yang dimiliki Indonesia berbeda-beda pada setiap daerah. Tiap daerah memiliki ciri khas budayanya, seperti rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat yang dianut. Semua itu dapat dijadikan kekuatan untuk dapat memperkokoh ketahanan budaya bangsa dimata Internasional.
  • Kekhasan budaya Indonesia
Kekhasan budaya lokal yang dimiliki setiap daerah di Indonesia memliki kekuatan tersediri. Misalnya rumah adat, pakaian adat, tarian, alat musik, ataupun adat istiadat yang dianut. Kekhasan budaya lokal ini sering kali menarik pandangan negara lain. Terbukti banyaknya turis asing yang mencoba mempelajari budaya Indonesia seperti belajar tarian khas suat daerah atau mencari barang-barang kerajinan untuk dijadikan buah tangan. Ini membuktikan bahwa budaya bangsa Indonesia memiliki cirri khas yang unik.
  • Kebudayaan Lokal menjadi sumber ketahanan budaya bangsa
Kesatuan budaya lokal yang dimiliki Indonesia merupakan budaya bangsa yang mewakili identitas negara Indonesia. Untuk itu, budaya lokal harus tetap dijaga serta diwarisi dengan baik agar budaya bangsa tetap kokoh.
2. Kelemahan
  • Kurangnya kesadaran masyarakat
Kesadaran masyarakat untuk menjaga budaya lokal sekarang ini masih terbilang minim. Masyarakat lebih memilih budaya asing yang lebih praktis dan sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini bukan berarti budaya lokal tidak sesuai dengan perkembangan zaman, tetapi banyak budaya asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Budaya lokal juga dapat di sesuaikan dengan perkembangan zaman, asalkan masih tidak meningalkan cirri khas dari budaya tersebut.
  • Minimnya komunikasi budaya
Kemampuan untuk berkomunikasi sangat penting agar tidak terjadi salah pahaman tentang budaya yang dianut. Minimnya komunikasi budaya ini sering menimbulkan perselisihan antarsuku yang akan berdampak turunnya ketahanan budaya bangsa.
  • Kurangnya pembelajaran budaya
Pembelajaran tentang budaya, harus ditanamkan sejak dini. Namun sekarang ini banyak yang sudah tidak menganggap penting mempelajari budaya lokal. Padahal melalui pembelajaran budaya, kita dapat mengetahui pentingnya budaya lokal dalam membangun budaya bangsa serta bagaiman cara mengadaptasi budaya lokal di tengan perkembangan zaman.
3. Peluang
  • Indonesia dipandang dunia Internasional karena kekuatan budayanya
Apabila budaya lokal dapat di jaga dengan baik, Indonesia akan di pandang sebagai negara yang dapat mempertahankan identitasnya di mata Internasioanal.
  • Kuatnya budaya bangsa, memperkokoh rasa persatuan
Usaha masyarakat dalam mempertahankan budaya lokal agar dapat memperkokoh budaya bangsa, juga dapat memperkokoh persatuan. Karena adanya saling menghormati antara budaya lokal sehingga dapat bersatu menjadi budaya bangsa yang kokoh.
  • Kemajuan pariwisata
Budaya lokal Indonesia sering kali menarik perhatian para turis mancanegara. Ini dapat dijadikan objek wisata yang akan menghasilkan devisa bagi negara. Akan tetapi hal ini juga harus diwaspadai karena banyaknya aksi pembajakan  budaya yang mungkin terjadi.
  • Multikuturalisme
Dalam artikelnya, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Lancang Kuning, Riau, Dr Junaidi SS MHum, mengatakan bahwa multikulturalisme meberikan peluang bagi kebangkitan etnik dan kudaya lokal Indonesia. Dua pilar yang mendukung pemahaman ini adalah pendidikan budaya dan komunikasi antar budaya.
4. Tantangan
  • Perubahan lingkungan alam dan fisik
Perubahan lingkungan alam dan fisik menjadi tantangan tersendiri bagi suatu negara untuk mempertahankan budaya lokalnya. Karena seiring perubahan lingkungan alam dan fisik, pola piker serta pola hidup masyakrkat juga ikt berubah
  • Kemajuan Teknologi
Meskipun dipandang banyak memberikan banyak manfaat, kemajuan teknologi ternyata menjadi salah satu factor yang menyebabkan ditinggalkannya budaya lokal. Misalnya, sistem sasi (sistem asli masyarakat dalam mengelola sumber daya kelautan/daratan) dikawasan Maluku dan Irian Jaya. Sistem sasi mengatur tata cara sertamusim penangkapan iakn di wilayah adatnya, namun hal ini mulai tidak di lupakan oleh masyarakatnya.
  • Masuknya Budaya Asing
Masuknya budaya asing menjadi tantangan tersendiri agar budaya lokal tetap terjaga. Dalam hal ini, peran budaya lokal diperlukan sebagai penyeimbang di tengah perkembangan zaman.
Perubahan budaya dan arus globalisasi mengakibatkan beberapa budaya tersingkirkan
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya.
Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi.
Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
Peran mahasiswa dalam kebudayaan
Kita sebagai seorang mahasiswa yang aktif dan kreatif tentunya tidak ingin kebudayaan kita menjadi pudar bahkan lenyap karena pengaruh dari budaya-budaya luar.Mahasiswa memiliki kedudukan dan peranan penting dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Hal ini didasari oleh asumsi bahwa mahasiswa merupakan anak bangsa yang menjadi penerus kelangsungan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Sebagai intelektual muda yang kelak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa, pada mereka harus bersemayam suatu kesadaran kultural sehingga keberlanjutan negara bangsa Indonesia dapat dipertahankan. Pembentukan kesadaran kultural mahasiswa antara lain dapat dilakukan dengan pengoptimalan peran mereka dalam pelestarian seni dan budaya daerah.
Optimalisasi peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu intrakurikuler dan ekstrakulikuler. Jalur Intrakurikuler dilakukan dengan menjadikan seni dan budaya daerah sebagai substansi mata kuliah; sedangkan jalur ekstrakurikuler dapat dilakukan melalui pemanfaatan unit kegiatan mahasiswa (UKM) kesenian dan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan-kegiatan seni dan budaya yang diselenggarakan oleh berbagai pihak untuk pelestarian seni dan budaya daerah.
a.        Jalur Intrakurikuler
Untuk mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah diperlukan adanya pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah. Tanpa adanya pemahaman yang baik terhadap hal itu, mustahil mahasiswa dapat menjalankan peran itu dengan baik.  Peningkatan pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah dapat dilakukan melalui jalur intrakurikuler; artinya seni dan budaya daerah dijadikan sebagai salah satu substansi atau materi pembelajaran dalam satu mata kuliah atau dijadikan sebagai mata kuliah. Kemungkinan yang pertama dapat dilakukan melalui mata kuliah  Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (ISBD) bagi mahasiswa program studi eksakta, dan Ilmu Budaya Dasar dan Antropologi Budaya bagi mahasiswa program studi ilmu sosial. Dalam dua mata kuliah itu terdapat beberapa pokok bahasan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya daerah yaitu tentang manusia dan kebudayaan, manusia dan peradaban, dan manusia, sains teknologi, dan sen.Kemungkinan yang kedua tampaknya telah diakomodasi dalam kurikulum program studi-program studi yang termasuk dalam rumpun ilmu budaya seperti program studi di lingkungan Fakultas Sastra atau Fakultas Ilmu Budaya. Beberapa mata kuliah yang secara khusus dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman terhadap seni dan budaya daerah adalah Masyarakat dan Kesenian Indonesia, Manusia dan Kebudayaan Indonesia, dan Masyarakat dan Kebudayaan Pesisir. Melalui mata kuliah-mata kuliah itu, mahasiswa dapat diberi penugasan untuk melihat, memahami, mengapresiasi, mendokumentasi, dan membahas seni dan budaya daerah. Dengan kegiatan-kegiatan semacam itu pemahaman mahasiswa terhadap seni dan budaya daearah akan meningkat yang juga telah melakukan pelestarian.
Jalur intrakurikuler lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman bahkan mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah adalah Kuliah Kerja Nyata (KKN). Mahasiswa-mahasiswa yang telah mendapatkan pemahaman yang mencukupi terhadap seni dan budaya daerah dapat berkiprah langsung dalam pelestarian dan pengembangan seni dan budaya daerah. Kuliah Kerja Profesi (KKP) yang merupakan bentuk lain dari KKN di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro telah digunakan untuk berperan serta dalam pelestarian dan  pengembangan seni dan budaya daerah. Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, khususnya yang berasal dari program studi Sejarah, dalam tiga tahun terakhir sebagian telah membantu merevitalisasi seni budaya yang tumbuh dan berkembang di Semarang, misalnya batik Semarang, arsitektur Semarang, dan membantu mempromosikan perkumpulan Wayang Orang Ngesthi Pandhawa.
b.        Jalur Ekstrakurikuler
Pembentukan dan pemanfaatan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kesenian Jawa (Daerah Lainnya) merupakan langkah lain yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah. Sehubungan dengan hal itu, pimpinan perguruan tinggi perlu mendorong pembentukan UKM Kesenian Daerah. Lembaga kemahasiswaan itu merupakan wahana yang sangat strategis untuk upaya-upaya tersebut, karena mereka adalah mahasiswa yang benar-benar berminat dan berbakat dalam bidang seni tradisi. Latihan-latihan secara rutin sebagai salah satu bentuk kegiatan UKM kesenian daerah (Jawa misalnya) yang pada gilirannya akan berujung pada pementasan atau pergelaran merupakan bentuk nyata dari pelestarian seni dan budaya daerah.
Forum-forum festival seni mahasiswa semacam Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional (Peksiminas) merupakan wahana yang lain untuk pengoptimalan peran mahasiswa dalam pelestarian seni dan budaya daerah.
Kesimpulan
Dari Penulisan Makalah ini saya dapat menyimpulkan Bahwa Perubahan Dinamis dan arus Globalisasi yang tinggi menyebabkan Masyarakat kita sebagai bangsa indonesia yang memiliki banyak dan beragam kebudayaan kurang memiliki kesadaran akan pentingnya peranan budaya lokal kita ini dalam memperkokoh ketahanan Budaya Bangsa. Padahal sesungguhnya Budaya Lokal yang kita miliki ini dapat menjadikan kita lebih bernilai dibandingkan bangsa lain karena betapa berharganya nilai – nilai budaya lokal yang ada di negara ini. Untuk itu seharusnya kita bisa lebih tanggap dan peduli lagi terhadap semua kebudayaan yang ada di indonesia ini. Selain itu kita harus memahami arti kebudayaan serta menjadikan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sebagai sumber kekuatan untuk ketahanan budaya bangsa.Agar budaya kita tetap terjaga dan tidak diambil oleh bangsa lain. Karena kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya itu dan tidak pula dimiliki oleh bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan anak cucu.

"Biaya Sosial" Akibat Merokok




(Majalah Tarbawi, Edisi 104 Th. 7/Shafar 1426H/17 Maret 2005)

Oleh Tulus Abadi, SH
Ketua Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Komnas PMM
Penerima Tobacco Control Fellowship Programs, Bangkok 2003

Masyarakat DKI Jakarta dibuat kaget, bukan oleh serangan wabah DBD, bukan
pula serangan teroris; tetapi oleh rokok. Pasalnya Gubernur DKI Jakarta
Sutiyoso melansir kebijakan baru bertajuk larangan merokok di tempat umum.
Yang membuat publik kaget, bukan karena larangannya, tetapi lebih karena
hukumannya yang setinggi langit, Rp. 50 juta dan kurungan 6 bulan.

Keterkejutan publik, secara sosiologis layak dipahami. Alasannya, hingga
detik ini, bahaya rokok di Indonesia masih menjadi "isu pinggiran".
Pemerintah, dan bahkan tokoh masyarakat (seperti ulama) juga masih setali
tiga uang. Paling banter ulama di Indonesia hanya memberikan fatwa merokok
makruh hukumnya. Berbeda dengan jumhur ulama di berbagai negara di Timur
Tengah, bahkan Malaysia dan Brunei Darussalam; yang memfatwakan bahwa
merokok haram hukumnya. Ulama terkenal Syeikh Yusus Qordhowi termasuk ulama
yang mengharamkan merokok (baca Fatwa-Fatwa Kontemporer).

Mungkin masyarakat sudah mengerti bahayanya, karena dalam setiap bungkus
rokok ada peringatan: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,
impotensi, dan ganguan kehamilan dan janin.

Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya
menurut WHO, tetapi, lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membutikan hal itu.
Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43
diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai
zat berbahaya itu, adalah tar, karbon monoksida (CO), dan nikotin.

Akibatnya, berbagai penyakit kanker pun mengintai, seperti : kanker paru -
90% kanker paru pada laki-laki disebabkan rokok, dan 70% untuk perempuan,
kanker mulut, kanker bibir, asma, kanker leher rahim, jantung koroner, darah
tinggi, stroke, kanker darah, kanker hati, bronchitis, kematian mendadak
pada bayi, bahaya rusaknya kesuburan bagi wanita dan impotensi bagi kaum
pria. Kurang apalagi?

Begitu kompleksnya, tidak heran jika menurut estimasi WHO, pada 2020 dampak
tembakau di negara maju mulai menurun. Pada 1996 mencapai 32%, namun pada
2001 hanya 28%. Namun, di negara-negara berkembang trend konsumsi tembakau
malah mengalami kenaikan, yaitu 68% pada 1996, menjadi 72% pada 2001. Wjar,
jika hampir 50% (sekitar 4,2 juta jiwa) kematian akibat tembakau pada 2020
terjadi di wilayah Asia, khususnya di negara berkembang, seperti Indonesia.

Dampak bahaya rokok memang antik dan klasik. Tidak ada orang mati mendadak
karena merokok. Dampaknya tidak instant, beda dengan minuman keras dan
narkoba. Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan.

Anehnya pula, dampak asap rokok bukan hanya untuk di si perokok aktif
(active smoker) saja. Ia pun punya dampak sangat serius bagi perokok pasif
(passive smoker). Orang yang tidak merokok (passive smoker), tetapi terpapar
asap rokok akan menghirup dua kali lipat racun yang dihembuskna pada asap
rokok oleh si perokok. Sangat tidak adil; tidak merokok, tetapi malah
menghirup racun dua kali lipat.

Maka, salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok semau gue, WHO
mencanangkan program "Kawasan Tanpa Rokok" (KTR) di tempat-tempat umum.
Progam seperti ini lazim diterapkan di berbagai negara, termasuk di ASEAN;
Singapura, Malaysia bahkan Vietnam. Di Malaysia, organ merokok di tempat
umum didenda 500 ringgit, di Bankok didenda 2.000 baht.

Oleh sebab itu, kebijakan Gubernur DKI Jakarta menjadi rasional dan layak
mendapatkan dukungan publik. Hanya, yang perlu dipertanyakan adalah, selain
besarnya denda, juga bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Sebab, berbagai hal
kasat mata dan lebih konkrit dampaknya (banjir, sampah, dan kemacetan)
hingga kini tidak pernah beres, apalagi masalah rokok?

Kebijakan KTR yang digagas oleh Pemda DKI Jakarta, sebenarnya, bukan yang
pertama kali. Peraturan Pemerintah No. 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi
Kesehatan, yang kemudian diubah menjadi PP No. 19/2003; sudah lebih dahulu
mengatur tentang larangan merokok di tempat-tempat umum, Tetapi, sialnya, PP
tersebut tidak bisa memberikan sanksi. PP tersebut malah memerintahkan agar
setiap Pemda di Indonesia membuat aturan tersendiri tentang KTR (Perda).

Apalagi WHO sekarang sudah menerapkan konvensi bernama FCTC (Framework
Convention on Tobacco Control). Saat ini, FCTC sudah ditandatangani oleh
lebih dari 160 negara anggota WHO, dan lebih dari 40 negara telah
meratifikasinya, Sekarang FCTC sudah menjadi hukum internasional. Sayangnya,
Pemerintah Indonesia, sebagai salah satu pengagas dan legal drafter, hingga
batas akhir juni 2004, tidak menandatangani FCTC!

FCTC, selain mengatur soal larangan merokok di tempat umum, setiap
Pemerintah bahkan "dibimbing" untuk menanggulangi dampak tembakau secara
elegan, dan komprehensif. Misalnya menaikan cukai rokok, larangan iklan di
media massa dan promosi dan larangan penyeludpan (smuggling).

Menaikan cukai rokok, merupakan instrumen penting, selain untuk membatasi
segmentasi perokok, juga untuk meningkatkan pendapatan negara. Tapi sungguh
ironis, mayoritas perokok di Indonesia adalah orang miskin. Menurut survei
Bappenas (1995), orang miskin justru mengalokasikan 9% total pendapatannya
untuk rokok. Betapa besar manfaatnya, jika dana itu digunakan untuk
kesehatan, pangan, atau pendidikan.

Rokok memang memberikan kontribusi signifikan, berupa cukai, bayangkan,
tahun 2004 cukai rokok sebesar Rp. 27 trilyun. Belum lagi kontribusi sektor
pertanian dan tenaga kerja. Namun, itu semua sebenarnya hanya ilusi belaka.
Sebagai contoh, jika Pemerintah mendapatkan Rp. 27 trilyun, berapa
sebenarnya biaya kesehatan yang ditanggung oleh Pemerintah dan masyarakat?
Menurut data di berbagai negara, dan juga Indonesia , biaya kesehatan yang
ditanggung oleh Pemerintah dan masyarakat sebesar 3 kali lipat dari cukai
yang didapatkan. Jadi, kalau cukainya Rp. 27 trilyun maka biaya kesehatannya
sebesar Rp. 81 trilyun (alias defisit).

Cepat atau lambat, Pemerintah harus mengambil kebijakan konkrit dan
komprehensif untuk penangulangan bahaya rokok. Jika tidak, bukan hal yang
mustahil berbagai penyakit yand diakibatkan rokok akan menjadi wabah
membahayakan lebih besar dari wabah HIV/AIDS. Jangan "menggadaikan"
kesehatan anak bangsa, hanya karena takut kehilangan Rp. 27 trilyun, yang
sebenarnya hanya ilusi dan jebakan maut belaka.


http://www.gsn-soeki.com/wouw/a000186.php

BUMI INI MILIK SIAPA


PADA tanggal 3-14 Juni 1992, di Rio de Janeiro, Brasil, akan berlangsung KTT Bumi, Konferensi PBB untuk Lingkungan dan Pambangunan (UNCED). Konferensi yang juga menandai 20 tahun Gerakan Lingkungan Hidup ini merupakan yang terbesar sepanjang sejarah PBB, sekaligus merupakan saat paling tepat
untuk meninjau kembali pembangunan ekonomi selama ini dalam
kaitannya dengan kondisi lingkungan global. Wartawan Kompas,
Maria Hartiningsih, yang kini berada di Rio de Janeiro men-
coba memberikan gambaran lebih jauh mengenai latar belakang
permasalahan dan proses terselenggaranya KTT Bumi dalam dua
tulisan di bawah ini.
BUMI dan dunia tidaklah sama. Bumi tempat manusia meng-
gantungkan kehidupannya, adalah satu. Semua manusia bergan-
tung pada satu biosfer untuk kelanjutan hidupnya, tetapi
dunia terdiri dari berbagai negara dengan berbagai jenis ras
dan etnis, berbagai jenis karakter dan berbagai tingkat kua-
litas hidup, bergantung pada berbagai tingkat kemampuan sum-
berdaya manusia dan sumberdaya alamnya.
Setiap masyarakat, setiap negara, sesuai hukum kehidup-
an, berjuang bagi kelangsungan hidup dan kesejahteraannya
yang dalam banyak hal sering tidak mengacuhkan pengaruhnya
terhadap bangsa dan negara yang lain. Sebagian menggunakan
sumberdaya Bumi sebanyak-banyaknya pada masa sekarang, tanpa
kesadaran menyisakannya pada generasi mendatang. Sebagian
yang lain, yang jumlah manusianya jauh lebih banyak, harus
hidup dalam bayangan kemiskinan, kelaparan, penyakit dan
kematian yang terlalu cepat.
Akar kemiskinan tercermin dari tidak seimbangnya distri-
busi makanan, tanah dan modal. Hal ini telah membuat banyak
bangsa terperangkap pada lingkaran setan. Negara berkembang
secara berlanjut masih harus menerima akibat dari kolonia-
lisme, di mana sejumlah sumberdaya dan kekayaan nasionalnya
terpaksa dipindahkan ke negara industri di Utara untuk mem-
bayar utang. Mereka bahkan terpaksa harus menguras sumberdaya alamnya secara berlebihan demi kelangsungan hidup sehari- hari. Pemiskinan lingkungan membuat mereka terjerembab ke da lam jurang kemiskinan yang lebih dalam, yang membuat kelangsungan hidup lebih sulit dipertahankan. Kesejahteraan masyarakat dunia merupakan sesuatu yang semu karena praktek perdagangan internasional yang tidak adil membuat mereka menghasilkan keuntungan dan kemajuan hanya untuk jangka waktu yang teramat pendek. Meski banyak kemajuan telah dicapai, toh harus diakui terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial yang menyebabkan kualitas kehidupan sangat tidak seimbang. Keadaan dunia sekarang terperangkap pada dua kutub dengan perbedaan yang teramat tajam : kaya dan miskin, kelaparan dan kelebihan pangan, kekuatan adidaya dan ketidakberdayaan.
***
PENDUDUK dunia saat ini telah meningkat tiga kali lebih besar dari awal abad ke-20. Pada saat bersamaan, produk kotor dunia meningkat 21 kali, konsumsi bahan bakar fosil meningkat 30 kali dan produksi industri meningkat 50 kali. Kekayaan ekonomi yang meningkat secara mengesankan itu tidak memberikan pemerataan bagi semua bangsa. Rata-rata pendapatan sekitar satu milyar penduduk negara kaya, sedikitnya 20 kali lebih tinggi dari lebih tiga milyar penduduk negara miskin dan 450 juta di antaranya menghuni daerah pertanian yang tidak subur, 450 juta lagi menghuni daerah tanah longsor, banjir, degradasi tanah, dan bencana lain, 100 juta lagi menghuni daerah-daerah kumuh. Sebagian besar negara di dunia ketiga saat ini menghadapi krisis sosial dan ekonomi. Pembangunan yang terjadi sejak tahun 1980-an telah meningkatkan kondisi ekonomi mereka, tapi juga menyisakan sekian masalah dan negara-negara miskin menghadapi ancaman penurunan tingkat perluasan produksi. Di Afrika, pendapatan per kapita menurun 12 pada tahun 1989 di banding tahun 1980, meskipun sebenarnya rata-rata penurunan itu menyembunyikan tingkat penurunan yang lebih besar pada beberapa negara. Uganda misalnya, mengalami penurunan pendapatan per kapita sebesar 28 persen, Nigeria 24 persen dan Zambia 20 persen. Pada tahun 1990, GNP negara-negara Amerika Latin dan Karibia turun 9,6 persen, dan Amerika Tengah turun 17,2 persen. Dalam kurun waktu itu, Amerika Latin dan Karibia mengalihkan 212 milyar Dollar AS kepada negara-negara maju yang memberinya utang. Pembayaran utang ini sebenarnya mencerminkan dimensi kritis dari hubungan ketergantungan yang semakin dalam. Sementara jumlah orang miskin di Amerika Latin meningkat 40 juta, mewakili 43 persen populasi pada tahun 1986. Pengukuran yang lebih integral pada tahun 1990 menunjukkan, kemiskinan telah memberikan dampak pada 62 persen populasi di Amerika Latin dan Karibia.
Ketidakseimbangan Utara-Selatan saat ini menjadi semakin jelas, ditandai dengan tata perekonomian internasional yang, tidak seimbang. Negara maju mengekspor limbah beracunnya ke negara berkembang sebagai penukar pembayaran utang dan bunganya. Antara tahun 1984-1989, diperkirakan 180 milyar Dollar AS uang negara berkembang melayang ke negara maju hanya untuk membayar bunga utang. Saat ini utang negara berkembang mencapai 1,3 trilyun Dollar AS. Kondisi ini menyebabkan pada beberapa wilayah dan negara, jumlah pendapatan per kapita menurun sampai ke tingkat seperti 20-30 tahun lalu, ditandai dengan pemiskinan di tingkat sosial, lingkungan dan implikasi kemanusiaan. Pada saat yang bersamaan, kondisi lingkungan di seluruh dunia, baik di tingkat lokal regional maupun global berada dalam kondisi krisis, sebagai akibat eksploitasi besar-besaran untuk pembangunan. Kondisi ini melahirkan kesadaran pada berbagai isu kritik lingkungan : perubahan atmosferik, polusi air, eksploitasi yang tidak berkelanjutan dari sumberdaya terbaharui, deforestasi, erosi dan hilangnya keanekaragaman biologi telah meluas memasuki lingkup akademik dan menjadi perdebatan umum.
***
Manifestasi global dari krisis lingkungan adalah apa yang disebut dengan "efek rumah kaca", salah satu ancaman terhadap sistem pendukung kehidupan, merupakan akibat langsung penggunaan sumberdaya yang meningkat. Pembakaran bahan bakar fosil dan biomassa, melepaskan karbon dioksida (C02) yang terakumulasi dan menetap di udara sampai ratusan tahun. Bersama gas-gas lainnya, seperti methane, menjadi semacam selimut yang menutupi atmosfer bumi, menghambat pemantulan panas matahari dari permukaan Bumi kembali ke angkasa luar. Berbagai skenario sudah dicoba untuk menduga apa yang terjadi sebagai dampak dari Bumi yang makin panas itu. Sudah diperhitungkan antara lain bahwa suhu Bumi akan meningkat rata-rata sebanyak dua derajat Celcius sampai pertengahan abad ke-21 dan sampai 5 derajat pada akhir abad ke-21, jika penumpukan berbagai gas di udara terus meningkat. Kenaikan suhu dua derajat saja akan menimbulkan berbagai dampak yang serius terhadap lingkungan hidup manusia di Bumi. Paling tidak jumlah es pada kedua kutub Bumi akan berkurang sehingga jumlah air laut bertambah. Ada yang memperkirakan peningkatan suhu satu derajad akan meningkatkan permukaan air laut sampai sekitar satu meter akibat mencairnya sebagian es di kedua kutub Bumi itu.
Dari sini banyak hal bisa diduga. Misalnya, jumlah daratan akan berkurang dengan berbagai dampaknya terhadap pembatasan negara-negara di dunia. Banyak pulau yang sekarang masih tertera pada peta bumi, akan lenyap dalam dua atau tiga dasawarsa mendatang. Semua perjanjian internasional baik bilateral mau pun multilateral, menyangkut batas-batas teritorial atau batas zona ekonomi eksklusif akan terpaksa harus direvisi. Meningkatnya suhu bumi yang diikuti naiknya permukaan air laut sudah pasti akan mempengaruhi cuaca dan musim. Yang belum bisa dipastikan karena memang belum ada pengalaman empiris untuk bahan perbandingan adalah bagaimana pola itu akan berubah. Sehingga ramalan cuaca yang selama ini didasarkan pada statistik empiris -- dan itu pun belum bisa dipastikan kebenarannya -- akan semakin sulit diandalkan dalam dekade mendatang. Tapi sejarah bumi mencatat pengalaman pahit dari perubahan suhu, meski pengalaman-pengalaman itu hanyalah berlaku untuk sebagian permukaan Bumi. Catatan sejarah menunjukkan betapa tahun 1816 tidak berlangsung musim panas di Kawasan Eropa dan wilayah New England di AS. Dalam bulan Juni-Juli yang mestinya musim panas di kawasan tersebut, suhu justru menurun sampai titik beku. Panen hancur dan ekonomi masyarakat yang hidup di wilayah itu berantakan. Kemudian ternyata kemerosotan suhu itu disebabkan letusan Gunung Tambora di Indonesia tahun 1815. Letusan itu sangat hebat, sampai menimbulkan korban 12.000 jiwa di Pulau Sumbawa dan sekitarnya. Tanpa disadari,muntahan vulkanik itu rupanya di atmosfer dalam jumlah cukup banyak untuk menahan semburan sinar matahari, sehingga temperatur bumi turun beberapa derajad selama lebih satu tahun setelah terjadi letusan. Masih banyak lagi contoh pengalaman sejarah perubahan suhu, seperti meletusnya Gunung El Chickon di Meksiko tahun 1982 yang abunya membentuk selimut sehingga menghalangi semburan matahari ke bumi antara 5-10 persen. Naiknya suhu beberapa derajad di sisi timur wilayah tropis dari Samudera Pasifik membuat turunnya hujan deras dan badai di wilayah Pantai Amerika Selatan. Tapi baru sampai di situ saja pengalaman sejarah perubahan suhu. Andai seluruh permukaan bumi mengalami perubahan suhu, maka pola cuaca Bumi akan semakin tidak jelas. Dan apa pun akibatnya, yang jelas pola pertanian dunia akan terganggu. Gangguan itu akan mempengaruhi pola perdagangan dan perekonomian dunia, bahkan pola politik antarbangsa. Ancaman lain muncul akibat menipisnya lapisan ozon di atmosfer oleh gas-gas yang dilepaskan pada pembuatan karet busa, penggunaan alat pendingin dan aerosol. Hilangnya ozon dalam jumlah besar dapat menimbulkan dampak yang mengerikan terhadap kesehatan manusia dan mahluk hidup lainnya. Penemuan adanya lubang pada lapisan ozon tahun 1986 di atas Antartika menunjukkan adanya kemungkinan proses penipisan lapisan ozon lebih cepat dari yang diduga sebelumnya. Bencana lain adalah terjadinya hujan asam, debu, kabut, salju yang tidak normal, karena pencemaran udara. Negara-negara di dunia tidak memberikan sumbangan yang sama terhadap emisi entropogenik gas-gas rumah kaca ke dalam atmosfer dan penipisan lapisan ozon serta pencemaran udara. Negara industri di utara, adalah penyumbang terbesar. Reaksi manusia sehubungan dengan perubahan suhu akan sangat bergantung pada wilayah di mana mereka tinggal, tetapi akibat dari penyebarannya berkaitan dengan tanggung jawab terjadinya
pernanasan global. Konsekuensi fisik seperti meningkatnya permukaan laut, kekeringan, angin topan, dan perubahan siklus hidrologi akan dialami baik oleh utara (negara industri) maupun selatan (negara miskin dan berkembang). Namun sebenarnya posisi utara dalam memikul tanggung jawab tersebut lebih besar. Mereka berada pada posisi yang lebih baik untuk menginvestasikannya dalam bentuk infrastruktur, inovasi teknologi dan kapasitas teknik yang dibutuhkan.
***
KESULlTAN-kesulitan lingkungan yang dihadapi bukanlah baru, meski baru belakangan dipahami kerumitannya. Kalau sebelumnya perhatian tercurah pada dampak pembangunan terhadap lingkungan, sekarang bagaimana kerusakan lingkungan itu dapat menghambat atau membalik pertumbuhan ekonomi. Di banyak wilayah, kerusakan lingkungan mengerosi potensi-potensi bagi pembangunan. Hubungan dasar ini terungkap dan menjadi perhatian utama akibat krisis lingkungan dan pembangunan pada tahun 1980-an. Menurunnya pertumbuhan ekonomi dan stagnasi perdagangan dunia pada tahun 1980an menantang kemampuan semua bangsa untuk bereaksi dan menyesuaikan diri. Negara berkembang yang menyandarkan diri pada ekspor komoditi primer terpukul berat akibat jatuhnya harga berbagai komoditi primer non minyak yang berlangsung sejak tahun 1977. Antara tahun 1980 dan 1984, negara berkembang kehilangan 55 milyar dari penerimaan ekspor mereka. Negara-negara Amerika Latin dan Afrika merasakan pukulan berat akibat hal ini. Sebagai konsekuensi dari lambatnya pertumbuhan ekonomi dunia -- bersama-sama dengan meningkatnya kewajiban pengembalian utang dan menurunnya arus dana masuk -- banyak negara berekembang mengalami krisis ekononomi yang berat. Beban terberat dalam penyesuaian ekonomi internasional itu ditanggung oleh orang-orang terrmiskin di dunia. Banyak masalah ekonomi internasional yang belum terpecahkan, seperti keterlibatan utang negara-negara berkembang yang serius, pasar komoditi dan energi yang belum stabil arus dana ke negara berkembang yang tidak mencukupi, proteksionisme dan perang dagang. Yang pasti, hubungan utara-selatan saat ini didasarkan pada ekploitasi berlebihan dan pembayaran yang sangat minim dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia sebagai buruh di selatan. Secara fundamental, penyebab utama krisis lingkungan dan pembangunan adalah bentuk yang tidak berkelan]utan dan tingkat produksi serta konsumsi di Utara serta ekspor mereka ke Selatan. Dengan demikian, pendekatan kritis dari pembangunan berkelanjutan adalah, bahwa isu lingkungan berkaitan erat dengan isu pemerataan, keadilan sosial, hak asazi manusia, dan pembangunan. Inilah problematik persoalan yang dicoba urai dalam KTT Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro, Brasil, tanggal 3-14 Juni 1992. Meski beberapa kalangan meragukan hasil KTT karena dominasinya peran negara maju yang menguasai dana dan rendahnya posisi menawar negara berkembang, tapi setidaknya harapan bagi satu tata dunia yang lebih adil, meski samar, masih tetap ada.
http://jurnal-mudi.tripod.com/sosial/bumiinimiliksiapa.htm?id=5412

DUNIA TERANCAM KELANGKAAN AIR BERSIH


TANGGAL 22 Maret setiap tahun mungkin tak memberi arti apa-apa
bagi kita. Kita masih merasa hidup di daerah yang berlimpah air
sehingga tanggal itu lewat begitu saja. Seharusnya pada tanggal itu, kita sebagai warga Indonesia maupun warga dunia tersadarkan bahwa ketersediaan air mulai bermasalah. Tanggal itu merupakan Hari Air Sedunia (World Water Day). TANGGAL itu mengisyaratkan, kita harus menyadari kalau ketersediaan air telah mengancam kesehatan masyarakat, mengancam stabilitas politik, dan juga mengancam lingkungan. Peringatan ini muncul dalam World Water Development Report (WWDR), sebuah laporan PBB mengenai ketersediaan air bersih dunia yang diluncurkan pada Third World Water Forum, tanggal 16-23 Maret 2003, di Jepang. Fakta- fakta tentang keadaan air di dunia terungkap dalam laporan itu.
Dalam laporan setebal 600 halaman itu disebutkan, meski jumlah
air merupakan bagian terbesar di bumi, namun hanya 2,53 persennya merupakan air bersih. Sebanyak dua pertiga dari air bersih itu berupa sungai es (glaser) dan salju permanen yang sulit untuk dimanfaatkan. Dari waktu ke waktu sumber daya air bersih makin berkurang akibat pertambahan penduduk. Air bersih juga terpolusi oleh kurang lebih dua juta ton sampah setiap hari. Polusi ini muncul dari kegiatan sektor industri, kotoran manusia, dan kegiatan sektor pertanian. Tidak ada data yang pasti soal produksi limbah cair. Akan tetapi, salah satu sumber memperkirakan produksi limbah cair mencapai 1.500 kilometer kubik. Bila saja satu liter limbah cair mencemari delapan liter air bersih, maka setidaknya 12.000 kilometer kubik air bersih terpolusi di seluruh dunia. Dampak dari perubahan iklim dunia terhadap sumber air belum diketahui secara pasti. Akan tetapi, estimasi terbaru menyebutkan, perubahan iklim global menyebabkan kelangkaan air global hingga 20 persen. Pada pertengahan abad ini atau pada tahun 2050, setidaknya enam milyar manusia di 60 negara akan mengalami kelangkaan air bersih. Bahkan, dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, laporan itu memprediksikan rata-rata pasokan air untuk tiap orang akan turun sepertiganya. Berbagai penyakit juga muncul terkait dengan ketersediaan air di negara berkembang seperti diare, malaria, dan skabies (penyakit kulit- Red). Pada tahun 2000 setidaknya terdapat 2,2 juta kematian karena sanitasi air yang rendah. Sekitar satu juta manusia meninggal karena malaria.Upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi berbagai penyakit melalui media air adalah dengan memperbaiki pasokan air bersih. Akan tetapi, pada kenyataannya masih terdapat 1,1 milyar penduduk dunia tidak bisa mendapatkan akses perbaikan pasokan air bersih. Bila upaya perbaikan pasokan air dilakukan dengan sanitasi dasar, maka sebenarnya tingkat kematian karena minimnya pasokan air bersih bisa dikurangi sebanyak 17 persen per tahun. Sedangkan dengan perbaikan sanitasi lanjutan, maka tingkat kematian bisa dikurangi 70 persen per tahun. LAPORAN itu juga menyebutkan masalah ketersediaan air akan berpengaruh pada pasokan pangan. Bumi yang dibiarkan begitu saja diperkirakan bisa memberi makan untuk 500 juta manusia. Untuk itu dibutuhkan sistem pertanian yang memadai karena jumlah penduduk dunia mencapai sekitar enam milyar orang. Untuk menyediakan pangan sebanyak 2.800 kalori per orang per hari membutuhkan paling
sedikit seribu kubik air. Kebutuhan air untuk pertanian dipasok sebagian besar dari air hujan dan sebagian kecil dari irigasi. namun, jumlah air untuk irigasi juga tidak mencukupi sehingga sumber air untuk irigasi juga berasal dari limbah cair. Paling tidak 10 persen dari lahan beririgasi di negara berkembang mendapat pasokan dari limbah cair. Dibutuhkan investasi yang besar untuk membuat fasilitas irigasi. Setidaknya butuh 1.000 dollar AS hingga 10.000 dollar AS per hektar untuk membangun irigasi. Manfaatnya, ada hubungan yang positif antara investasi irigasi, ketahanan pangan, dan pengurangan kemiskinan. Untuk kebutuhan irigasi, sebenarnya limbah cair harus diolah lebih dulu. Namun, di banyak negara berkembang air yang tercemar itu digunakan langsung untuk irigasi. Padahal cara seperti ini memiliki risiko bahwa air tersebut mengandung bakteri, cacing, virus dan logam berat yang berbahaya. Mikroorganisme dan senyawa ini berbahaya bagi petani dan pengelola irigasi yang bersentuhan langsung dengan air itu, maupun para konsumen pangan yang mendapat pasokan pangan dari area pertanian tersebut. Tidak bisa disangkal, berbagai jenis penyakit dan logam berat berada di dalam produk-produk pangan..
Air juga terkait dengan masalah perkotaan. Saat ini sekitar 48 persen populasi dunia tinggal di perkotaan. Pada tahun 2030
diperkirakan persentase itu meningkat menjadi 60 persen. kenaikan itu harus diikuti dengan penyediaan air dan sanitasi yang memadai, serta membutuhkan pengelolaan limbah secara memadai. Bila saja limbah tersebut tidak ditangani, maka hal itu menjadi ancaman bagi lingkungan. Pengelolaan air bersih untuk perkotaan sangat kompleks karena harus memadukan kebutuhan air untuk penduduk dan industri, pengendalian polusi, membutuhkan penanganan limbah, mencegah banjir, dan menjaga kelestarian sumber daya air. Masalah ini bisa diselesaikan dengan melakukan kerja sama antarberbagai daerah yang memiliki kaitan dengan aliran sungai dan sumber air tanah. Saat ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat tolok ukur akses yang memadai untuk seorang penduduk mendapatkan air. Penduduk dikategorikan bisa mengakses penyediaan air bersih bila untuk mendapatkan 20 liter per hari harus berjalan kurang dari satu kilometer. Kenyataannya banyak penduduk yang tidak bisa mendapatkan akses dengan tolok ukur itu. Penyediaan air bersih di negara dengan pendapatan yang rendah merupakan masalah yang besar. Kualitas penyediaan air sangat rendah sementara harganya sangat mahal, ketika penduduk harus membeli air dari tukang air bersih keliling. Untuk menyediakan air bersih, fasilitas sanitasi, dan pengendalian banjir merupakan masalah yang penting bagi sebuah kota.Diperlukan zonasi untuk pembangunan perumahan dan industri agar tidak
mengganggu sumber daya air. Akan tetapi, ini bukan hal yang mudah untuk sebuah kota yang memiliki pendapatan yang rendah.
Bukan hanya rumah tangga yang membutuhkan air bersih, industri
pun membutuhkan air untuk bahan baku. Kebutuhan air untuk industri meningkat dari sekitar 725 kilometer kubik pada tahun 1995 dan diperkirakan menjadi 1.170 kilometer kubik pada tahun 2025. Peningkatan ini akan terjadi di negara-negara berkembang, di mana industrialisasi semakin meningkat. Permasalahannya, permintaan dan produksi air untuk industri sebenarnya bisa dipecahkan. Caranya adalah dengan membuat proyeksi kebutuhan air oleh pelaku usaha dan pemerintah. Keduanya juga harus mengelola penyediaan air. Pengelolaan kebutuhan air harus dilakukan dengan meningkatkan efisiensi dan menurunkan polusi.
Sayangnya, air yang keluar dari industri biasanya memiliki kualitas yang rendah dan terpolusi, serta tanpa penanganan yang memadai. Air ini akan kembali masuk ke sungai-sungai kecil sehingga membebani penyediaan air bersih bagi penduduk di sekitarnya.AIR juga menjadi sumber produksi energi. Pembangkit listrik dengan menggunakan tenaga air digunakan di banyak negara. Saat ini dua milyar manusia tidak mendapatkan listrik, satu milyar menggunakan listrik yang tidak ekonomis, dan 2,5 milyar penduduk mendapat akses terbatas dari penyediaan listrik.
Keberadaan listrik sangat membantu dalam mengurangi kemiskinan,
membantu usaha kecil dan menengah, penyedia penerangan sehingga memungkinkan penduduk untuk belajar di malam hari, dan memperpanjang waktu untuk bekerja. Pembangkit listrik tenaga air menyediakan sekitar 19 persen dari produksi total listrik pada tahun 2001. Penggunaan air untuk pembangkit listrik dapat mengurangi efek rumah kaca dan polusi udara. Bencana yang disebabkan oleh air juga tidak sedikit. Lihat saja angka bencana alam, terdapat manusia yang menjadi korban bencana
sekitar 211 juta per tahun. Sebanyak 90 persen dari korban bencana itu akibat air. Dengan rincian 50 persen merupakan korban banjir, 28 persen akibat penyakit dengan media air, dan 11 persen akibat kekeringan. Jumlah kematian akibat bencana alam mencapai 665.000 jiwa, 15 persen di antaranya karena banjir, serta 42 persen akibat kekeringan. Jumlah kerugian akibat bencana itu naik dari 30 milyar dollar AS pada tahun 1990 menjadi 70 milyar dollar AS pada tahun 1999. Kejadian ini mengindikasikan adanya kaitan antara sumber daya air dan investasi untuk pencegahan bencana, seperti pembuatan dam ,perencanaan penggunaan lahan, dan peramalan banjir. Dengan berbagai paparan di atas, PBB menyarankan Integrated Water Resources Management (manajemen pengelolaan sumber daya air secara
terintegrasi). Cara-cara yang digunakan untuk mengurangi persaingan penggunaan air adalah dengan jalan membuat strategi nasional, alokasi air antarsektor, penanganan kualitas air, serta pengelolaan sistem penampungan air bersih. Banyak perkembangan yang terjadi dengan air pada dekade ini. Air tidak hanya memiliki nilai ekonomis, tetapi juga memiliki nilai sosial, religius, kultural, dan lingkungan. Konsep keadilan dalam
penggunaan air adalah memaksimalkan penggunaan air untuk kepentingan semuanya, sambil menyediakan akses untuk penduduk dan meningkatkan penyediaan air bersih. Ini berarti dalam menggunakan instrumen ekonomi untuk alokasi air, maka harus mempertimbangkan masyarakat yang kesulitan untuk mendapatkan air, masyarakat yang hidup dalam kemiskinan, anak-anak, serta masyakakat lokal. Valuasi air berguna untuk alokasi air, pengelolaan kebutuhan, dan investasi. Meski demikian, banyak masalah yang muncul karena perhitungan ekonomi tidak dapat memperkirakan secara tepat nilai- nilai sosial, keadaan ekonomi dan lingkungan, dan hakikat dari air. Investasi di sektor pengairan membutuhkan dana sekitar 20 milyar-60 milyar dollar AS. Masalah-masalah yang muncul dalam pengelolaan air merefleksikan perbedaan berbagai kepentingan yang ada. Perbedaan berbagai sektor ekonomi seperti penggunaan air untuk pangan, perkotaan, dan industri harus dikaji secara saksama. Kewajiban membayar air tidak bisa ditetapkan untuk penduduk di semua tempat.Krisis air sebenarnya adalah krisis pengelolaan. Gabungan dari krisis ini tidak dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat. Pengelola air akan mendapati situasi yang kompleks dan tidak menentu.
Mereka harus mampu menyeimbangkan berbagai kepentingan dalam mendapatkan air. (ANDREAS MARYOTO)


http://jurnal-mudi.tripod.com/sosial/duniaancamlangkaair.htm